MAKALAH TASAWUF AKHLAKI
MASRIZALOFFICIAL- Makalah Tasawuf Akhlaki dapat sahabat lihat di bawah ini ya! Semoga bermanfaat.Mas Rizal Official
Tasawuf Akhlaki
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Berstruktur Pada
Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Drs. Hubban Rangkuti
Disusun Oleh Kelompok 3
Muhammad Rizal
:2003030012
Deva Arini
:2003030002
FAKULTAS DAKWAH
PRODI KPI
SEMESTER DUA
T.A 2020/2021
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL-ULUUM
ASAHAN-KISARAN
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah materi mata Ilmu Tasawuf yang berjudul "Tasawuf
Akhlaqi”.
Shalawat beserta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman
kebodohan menuju aman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen kami selaku pembimbing kami dalam pembelajaran mata kuliah Ilmu
Tasawuf Buya Drs. Hubban Rangkuti dan juga
kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Harapan terdalam kami, semoga penyusunan
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan informasi
mengenai “Tasawuf Akhlaqi" bagi para pembaca dan khususnya bagi kami
sendiri, sehingga menjadi amal yang tidak pernah putus. Aamiin ya Rabbal
a’lamiin…
Kami menyadari, makalah yang kami tulis
ini masih jauh dari kata sempurna,. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
PENULIS
KELOMPOK
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................i
DAFTAR ISI.....................................................ii
PENDAHULUAN 1
1.
Latar
Belakang..................................................1
2.
Rumusan
Masalah................................................................ .1
3.
Tujuan
Masalah............................................... .1
PEMBAHASAN................................................................ .2
A.
Pengertian Tasawuf Akhlaqi...........2
B.
Ciri
Ciri Tasawuf Akhlaqi.................................3
C.
Konsep
Tasawuf Akhlaqi...............4
D.
Tokoh-Tokoh
Tasawuf Akhlaqi.......................8
PENUTUP...........................................................................11
1.
Kesimpulan........................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................12
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam hati
manusia ada potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan. Ada yang disebut fitrah
yang cenderung pada kebaikan, ada yang disebut nafsu yang cenderung pada
keburukan. Mayoritas manusia di dunia ini mengikuti dan dikendalikan hawa
nafsunya. Dengan demikian maka di dalam hati manusia pasti timbul berbagai
penyakit hati, seperti sombong, membanggakan diri, buruk sangka, maksiat, dan
lain sebagainya. Maka dengan metode-metode tertentu yang dirumuskan, tasawuf
akhlaki berkonsentrasi pada upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang
tercela, sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji di dalam hati manusia.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini
terdapat beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian Tasawuf Akhlaki ?
2. Apa saja ciri-ciri Tasawuf Akhlaki ?
3. Bagaimana konsep Tasawuf Akhlaki ?
4. Siapa saja tokoh Tasawuf Akhlaki ?
C.
Tujuan Masalah
Dalam penulisan
makalah ini terdapat tujuan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Tasawuf Akhlaki.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dari Tasawuf Akhlaki.
3. Untuk mengetahui konsep-konsep Tasawuf Akhlaki.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam Tasawuf Akhlaki.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Taswuf Akhlaki
Tasawuf akhlaki
jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase atau dalam kaidah bahasa
Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah. Frase atau jumlah idhafah merupakan
gabungan dari dua kata menjadi satu kesauan makna yang utuh dan menentukan
realitas yang khusus. Dua kata itu adalah “tasawuf” dan “akhlak”. Arti dari
kata “tasawuf” dalam bahasa Arab adalah bisa membersihkan atau saling
membersihkan. Kata “membersihkan” merupakan kata kerja transitif yang
membutuhkan objek. Objek dari tasawuf ini adalah akhlak manusia. Kemudian
saling membersihkan merupakan kata kerja yang di dalamnya harus terdapat dua
subjek yang aktif memberi dan menerima.
Kemudian, “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab. Kata akhlaq merupakan bentuk
jamak dari khuluq yang secara bahasa bermakna perbuatan atau penciptaan. Akan
tetapi, dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau
tingkah laku.
Konsepsi ajaran
akhlak menurut Islam adalah menuju perbuatan amal saleh, yaitu semua perbuatan
baik dan terpuji, berfaedah, dan indah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat yang diridai Allah SWT., sedangkan amal saleh adalah inti ajaran
Islam yang harus diterapkan untuk melatarbelakangi konsepsi akhlak yang hendak
dilakukan oleh manusia.
Jika kata tasawuf dengan kata akhlak disatukan, dua kata ini akan menjadi
sebuah frase, yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologis, tasawuf akhlaki
bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Jika
konteksnya adalah manusia, tingkah laku manusia yang menjadi sasarannya.
Tasawuf akhlaki
ini bisa pandang sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia atau
dalam bahasa sosialnya moralitas masyarakat.
Oleh karena itu, tasawuf akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan
praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah
pengetahuan, tetapi harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia.
Agar mudah menempatkan posisi tasawuf dalam kehidupan bermasyarakat atau
bersosial, para pakar tasawuf membentuk spesifikasi kajian tasawuf pada ilmu
tasawuf akhlaki, yang didasrkan pada sabda Nabi Muhammad SAW.:
إنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمّمَ مَكَارِمَ الأخْلَاقِ .
(رواه أحمد والبيهقى Artinya:
“sesungguhnya aku telah diutus (dengan tujuan) untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak”. Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dengan ilmu
akhlak. Akhlak erat hubungannya dengan perilaku dan kegiatan manusia dalam
interaksi sosial pada lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat
terealisasi secara utuh, jika pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada Allah SWT.
dibuktikan dalam kehidupan sosial.
Menurut referensi
lain Tasawuf Akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan
dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan
pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mencapai kebahagiaan yang
optimal.
B.
Ciri-ciri Tasawuf Akhlaki
1.
Melandaskan
diri pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam ajaran-ajarannya, cenderung memakai
landasan qur’ani dan hadis sebagai kerangka pendekatannya
2.
Kesinambungan
antara hakikat dan syari’at, yaitu keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek
batiniahnya) dengan fiqh (sebagai aspek lahiriyahnya)
3.
Lebih
bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan dan manusia
4.
Lebih
terkonsentrasi pada soal pembinaan, pembinaan akhlak dan pengobatan jiwa dengan
cara latihan mental (takhalli, tahalli, dan tajalli)
5.
Tidak
menggunakan terminologi-terminologi filsafat. Terminologi-terminologi yang
dikembangkan lebih transparan.
C.
Konsep Tasawuf Akhlaki
Semua sufi
berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan seseorang ke
hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Karena jiwa manusia merupakan
refleksi atau pancaran dari Dzat Allah Yang Suci. Segala sesuatu itu harus
sempurna dan suci, sekalipun tingkat kesempurnaan dan kesucian itu bervariasi
menurut dekat atau jauhnya dari sumber asli. Untuk mencapai tingkat
kesempurnaan dan kesucian jiwa, memerlukan pendidikan dan pelatihan mental yang
panjang. Oleh karena itu, pada tahap pertama teori dan amalan tasawuf
diformulasikan dalam bentuk pengaturan sikap mental dan pendisiplinan peilaku.
Dengan kata lain, untuk berada di hadirat Allah dan sekaligus mencapai tingkat
kebahagiaan yang optimum, manusia harus lebih dulu mengidentifikasikan
eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jasmani dan
rohani yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna.
Sejalan dengan
tujuan hidup tasawuf, para sufi berkeyakinan bahwa kebahagiaan yang paripurna
dan langgeng bersifat spritual. Berangkat dari falsafah hidup itu, sikap mental
seseorang dinilai berdasarkan pandangannya terhadap kehidupan duniawi. Kaum
sufi sependapat bahwa kenikmatan hidup duniawi bukanlah tujuan, tetapi hanya
jembatan. Oleh karena itu, dalam rangka pendidikan mental, yang pertama
dilakukan adalah menguasai penyebab utamanya, yaitu hawa nafsu. Menurut
Al-Ghazali, tidak terkontrolnya hawa nafsu yang ingin mengecap kenikmatan hidup
duniawi adalah sumber utama dari kerusakan akhlak. Kalau bukan karena adanya
kompetisi dalam atribut-atribut kebesaran duniawi, tentu tidak akan ada
tindakan-tindakan manipulasi, seperti korupsi, fitnah, riya’ sombong dan
takabur. Metode yang ditempuh para sufi adalah menanamkan rasa benci kepada
kehidupan duniawi. Ini berarti melepaskan kesenangan duniawi untuk mencintai
Tuhan. Esensi cinta kepada Tuhan adalah melawan hawa nafsu. Bagi sufi,
keunggulan seseorang bukanlah diukur dari tumpukan harta, otoritas dan bentuk
tubuh; melainkan dari akhak pribadi yang diterapkannya.
Para sufi berpendapat bahwa
untuk merehabilitasi sikap mental yang buruk diperlukan terapi yang tidak hanya
dari aspek lahiriyah. Itulah sebabnya pada tahap-tahap awal memasuki kehidupan
tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohaniyan yang
cukup berat. Tujuannya adalah menguasai hawa nafsu; menekan bahwa hawa nafsu
sampai ke titik terendah; dan apabila mungkin mematikan hawa nafsu sama sekali.
Pendekatan yang digunakan tasawuf akhlaki adalah pendekatan akhlak yang terdiri
dari:
1.
Takhalli
Takhalli berarti
membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat
batin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu
akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak tercela lainnya
adalah ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuk dan berusaha melenyapkan
dorongan hawa nafsu. Menurut kaum sufi kemaksiatan pada dasarnya dapat di bagi
menjadi dua yaitu maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala
sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir, seperti tangan, mulut, dan
mata. Maksiat batin adalah segala sifat tercela yang diperbuat oleh anggota
batin yaitu hati. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, oleh kaum sufi
dipandang penting karena sifat-sifat ini merupakan najis maknawi (najasah
ma’nawiyyah). Adanya najis-najis ini pada diri seseorang, menyebabkannya tidak
dapat dekat dengan tuhan. Hal ini sebagaimana mepunyai najis dzat (najasah
dzatiyyah), yang menyebabkan seseorang tidak dapat beribadah kepada tuhan. Sikap
mental yang tidak sehat sebenarnya diakibatkan oleh keterikatan pada kehidupan
duniawi. Keterikatan itu, menurut pandangan para sufi, memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Bentuk yang dapat dipandang sangat berbahaya adalah sikap
mental riya’. Menurut Al-Ghazali, sifat ingin disanjung dan ingin di agungkan,
menghalangi seseorang menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima
keagungan Allah. Hasrat yang ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari
adanya perasaan paling unggul, rasa superioritas, dan merasa ingin menang
sendiri. Kesombongan dianggap sebagai dosa besar kepada Allah. Oleh karena itu,
Al-Ghazali menyatakan bahwa kesombongan sama dengan penyembahan diri, bentuk
lain dari politeisme.
2.
Tahalli
Tahalli ialah
upaya menghiasi diri dengan akhalak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum
sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Tahalli juga berarti
menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik. Berusaha
agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama, baik
kewajiban yang bersifat “luar” maupun yang bersifat “dalam”. Kewajiban yang
bersifat “luar” adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa,
dan haji. Adapun kewajiban yang bersifat “dalam”, contohnya yaitu iman,
ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.
Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap
takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sikap
mental yang buruk dapat dilalui (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus
ketahap berikutnya yang disebut tahalli. Sebab apabila suatu kebiasaan telah di
lepaskan tetapi tidak ada penggantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan
frustasi. Oleh karena itu, ketika kebiasaan lama ditinggalkan, harus segera
diisi dengan kebiasaan baru yang baik.
Manusia yang mampu
mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang tercela atau (takhalli) dan
mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (tahalli), segala perbuatan dan
tindakannya sehari-hari selalu berdasarkan niat yang ikhlas. Ia akan ikhlas
kepada Allah, ikhlas mengabdi kepada masyarakat, ikhlas berbuat baik dan ikhlas
memberi bantuan kepada sesama. Ikhlas artinya dalam melakukan perbuatan tidak
mengharapkan suatu balasan. Seluruh hidupnya diikhlaskan untuk mencari
keridhaan Allah semata. Manusia yang seperti inilah yang dapat mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Berikut contoh
sikap atau perilaku dalam upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji :
a.
Tobat,
artinya memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang
telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
b.
Wara’,
artinya meninggalkan segala keragu-raguan antara yang halal dan yang haram atau
syubhat.
c.
Zuhud,
artinya pola hidup yang menghindari dan meninggalkan keduniawian karena ibadah
kepada Allah SWT. serta lebih mencintai kehidupan akhirat.
d.
Fakir,
artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah SWT. (selalu
merasa cukup)
e.
Sabar
dimaksudkan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT., sabar dalam
menahan hawa nafsu, dan sabar dalam menerima cobaan-cobaan dari Allah SWT.
f.
Tawakal,
artinya bersandar atau memercayakan diri kepada Allah SWT. dalam menghadapi
setiap kepentingan.
g.
Rida,
artinya menerima segala apa yang telah ditakdirkan dan ditentukan Allah SWT.
3.
Tajalli
Tajalli merupakan
terbukanya dinding penghalang (tabir) yang membatasi manusia dengan Allah
SWT. sehingga tercapai sinar ilahi. Hal ini dapat dilihat setelah seseorang
mampu menguasai dirinya serta dapat menanamkan sifat-sifat terpuji dalam
jiwanya maka hatinya akan menjadi jernih serta memancarkan ketenangan dan
ketentraman.
Setiap calon sufi perlu mengadakan latihan-latihan jiwa (riyadhah), berusaha
membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela, mengosongkan hati dari
sifat-sifat keji dan melepaskan segala sangkut paut dengan dunia. Setelah
itumengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, segaa tindakannya selalu dalam
rangka ibadah, memperbanyak dzikir, dan menghindarkan diri dari segala yang
dapat mengurangi kesucian diri baik lahir maupun batin. Seluruh hati
semata-mata diupayakan untuk memperoleh tajalli dan menerima pancaran nur
ilahi. Apabila tuhan telah menembus hati hambanya dengan nurnya maka berlimpah
ruahlah rahmat dan karunianya. Pada tingkat ini seorang hamba akan memperoleh
cahaya yang terang benerang, dadanya lapang dan terangkatnya tabir rahasia dalam
malakut. Pada saat itu, jelaslah segala hakikat ketuhanan yang selama ini
terhalangi oleh kotoran jiwa.
Para sufi
sependapat bahwa satu-satunya cara untuk mencapai tingkat kesempurnaan,
kesucian jiwa yaitu dengan mencintai Allah dan memperdalam rasa cinta tersebut.
Dengan kesuciaan jiwa, jalan untuk mencapai tuhan akan terbuka. Tanpa jalan ini
tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan dan perbuatan yang dilkakukanpun
tidak dianggap sebagai perbuatan baik.
D.
Tokoh-Tokoh dalam Tasawuf Akhlaki
1.
Hasan Al-Bashri
Hasan Al-Bashri,
yang nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar adalah seorang zahid yang
amat mashur diklangan tabi’in. Ia dilahirkan di madinah pada tahun 21 H (632 M)
dan wafat pada hari kamis bulan rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M).Ia di
lahirkan 2 malam sebelum khalifah Umar bin Khatab wafat. Ia dikabarkan bertemu
dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan badar dan 300 sahabat
lainnya.
Menurut Hamka ajaran-ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri yaitu sebagai berikut:
a.
Perasaan
takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentram yang
menimbulkan perasaan takut.
b.
Dunia
adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan rasa benci dan
zuhud,Ia akan berbahagia dan memperoleh darinya.akan tetapi, barang siapa
bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan dunia, Ia akan
sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat di
tanggungnya. Tafakur membawa kita pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya.
Menyesal atas perbuatan jahat meneyebabkan kita untuk tidak mengulanginya lagi.
Sesuatu yang fana’ betapapun banyaknya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa’’
betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat datang
dan pergi serta penuh tipuan.
c.
Dunia
ini adalah janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali di tinggal mati
suaminya.
d.
Orang
yang beriman senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada di
antara dua perasaan takut, yaitu takut mengenang dosa yang telah lampau dan
takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
e.
Hendaklah
setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, hari kiamat yang
akan menagih janjinya.
f.
Banyak
duka cita di dunia memperteguh semangat amal sholeh.
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Mohammad Mustafa, guru besar
filsafat islam, menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al- Bashri didasari oleh rsa
takut siksa tuhan di dalam neraka. Akan tetapi setelah kami teliti ternyata
bukan perasaan takut terhadap sikasaanlah yang mendasari tasawufnya, tetapi
kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari
tasawufnya. Sikap itu seirama dengan sabda Nabi Muhammad SAW., “orang beriman
yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah di lakukannya laksana orang itu
dibawah sebuah gunung besar yang senatiasa merasa takut gunung itu akan menimpa
dirinya.”
2.
Al-Muhasibi
Al-Haris bin Asad Al- Muhasibi (w. 243 H)
menempuh jalan tasawuf karea hendak keluar dari keraguan yang di hadapinya.
Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang di anut umat islam, Al- Muhasibi
menemukan berbagai kelompok di dalamnya. Di antara mereka, ada sekelompok orang
yang tau tentang ke akhiratan tetapi jumlah mereka sangat sedikit.sebagian
besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motifasi
keduniaan. Di antara mereka terdapat pula orang-orang yang terkesan sedang
melakukan ibadah karena Allah SWT., tetapi sesungguhnya tidak demikian. Al-Muhasibi
memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat di tempuh melalui ketakwaan
kepada Allah SWT., melaksanakan kewjiban-kewajiban, meneladani Rasulullah SAW.
Tatkala sudah melaksanakan hahal di atas menurut -Al-Muhasibi- seseorang akan
di beri petunjuk oleh Allah SWT. berupa penyatuan anatara fiqh dan tasawuf. Ia
akan meneladanni Rasulullah SAW. Dan lebih mementingkan akhirat dari pada
dunia.
3.
Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad
bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I al-Ghazali. Secara
singkat dipanggil Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali
karena dilahirka di kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun
450 H/1058 M, tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan di
Baghdad. Ajaran tasawuf Al-Ghazali yaitu dalam tasawufnya memilih tasawuf sunni
yang berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. ditambah dengan
doktrin Ahlu As-Sunnah wa Al-Jamaah. Dari paham tasawufnya, ia menjauhkan semua
kecenderungan gnostis yang memengaruhi para filsuf islam, sekte Ismailiyah,
aliran Syi’ah, Ikhwan Ash-Shafa, dan lain-lainnya. Ia menjauhkan tasawufnya
dari paham ketuhanan Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan sehingga dapat
dikatakan bahwa tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
1.
Tasawuf
Akhlaki merupakan kajian ilmu yang berkonsentrasi pada upaya-upaya mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
2.
Ciri-ciri
dari Tasawuf Akhlaki Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pembinaan akhlak
dan pengobatan jiwa dengan cara latihan mental (takhalli, tahalli, dan tajalli)
3.
Konsep dari Tasawuf Akhlaki yaitu dalam uapaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT. manusia harus melalui beberapa tahap yaitu:
tahap pertama Takhalli (tahap pembersihan dan pengosongan jiwa dar sifat-sifat
tercela) tahap kedua Tahalli (tahap penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji)
dan tahap ketiga yaitu Tajalli (terbukanya dinding penghalang atau tabir yang
membatasi manusia dengan Allah SWT.
4.
Tokoh-tokoh
dalam Tasawuf Akhlaki yaitu Hasan Al-Bashri, Al-Muhasibi, dan Al-Ghazali.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosiihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.
Nasution, Ahmad Bangun, dan Rayani Siregar. 2015. Akhlak tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo.
Alhamdylillah ,Syukron
BalasHapusNa'am akhy
BalasHapus